Kamis, 14 Februari 2013

Pengasuh Pondok Pesantren Langitan Tuban( Bagian 2 Selesai )

Baca juga tulisan menarik lainnya

Himpunan santri alumni Pondok Pesantren sirojuth tholibin brabo tanggungharjo grobogan


KH. Abdul Hadi Zahid

Mata rantai kepengasuhan Pondok Pesantren Langitan terus berlanjut. Pada periode ke empatini Pondok Pesantren Langitan diasuh oleh putramenantu K.H. Khozin, Hadrotussyekh KH. Abdul Hadi Zahid. Beliau lahir di Desa Kauman Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1309 H. Sejak berusia sebelas tahun beliau sudah mulai belajardi Pondok Pesantren Langitan hingga usia sembilan belas tahun, dan atas saran KH. Muhammad Khozin beliau melanjutkan studi di Pesantren Kademangan Bangkalan Madura di bawah asuhan KH. Kholil selama tiga tahun. Pada usia 13 tahun, beliau belajar di Pesantren Jamsaren Solo asuhan KH. Idris.

Setelah itu beliau kembali lagi nyatri di Pondok Pesantren Langitan hingga pada usia 25 tahun, dan diambil menantu oleh KH. Muhammad Khozin, dijodohkan dengan Ning Juwairiyah.
Pada usia yang relatif muda, 30 tahun beliau sudah menerima tugas berat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Langitan. Namun meskipun begitu, di bawah asuhannya Pondok Pesantren Langitan saat itu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Terbukti mulai periode ini (tahun 1949 M) mulai dikembangkan sistem pEngajaran ilasikal yang dahulu belum dikenal, dengan cara mendirikan madrasah ibtida’iyah dan madrasah mu’allimin serta kegiatan ekstra kurikuler seperti bahsul masa’il lil waqi’ah, jam’iyatul muballighin, jam’iyatul qurro’ wal khuffadz dan lain-lain. Di samping itu kegiatan rutinitas berupa pengajian kitab baik sistem sorogan maupun weton terus dilestarikan dan kembangkan, terlebih sholat berjamaah, karena beliau adalah seorang ulama yang bertipikal sangat disiplin waktu dan terkenal keistiqomahannya.

Waktu pun terus bergulir, bergerak menuju suratan taqdir. Mendungduka menyelimuti atmosfir Pondok Pesantren Langitan. Air mata qebagai kesaksian atas cinta kepada sang guru besar jatuh menetes tak tertahankan. Hari itu, 9 Shofar 1391 H. atau bertepatan dengan tanggal 5 April 1971 M. kiai panutan umat, pengemban amanat, telahkembali ke haribaan ilahi Rabbi setelah mengasuh Pondok PesantrenLangitan dalam masa yang cukup lama, 50 tahun (1921-1971 M.). Ribuan umat kehilangan tongkat, orang bijak kehilangan hikmat. Nadimu adalah perjuangan, nafasmu adalah keihlasan dan santri-santrimu akan siap bertahan mewarnai kehidupan dengan tuntunan keteladanan yang telah diajarkan.

KH. Ahmad Marzuqi Zahid

Kepengasuhan Pondok Pesantren Langitan setelah uafatnya KH. Abdul Hadi Zahid diamanatkan kepada KH. Ahmad Marzuqi Zahidbersama dengan KH. Abdullah Faqih.
Ahmad Marzuqi Zahid dilahirkan di Desa Kauman Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan pada Hari Kamis pon tanggal 22 Jumadal Ula 1327 H. yang bertepatan dengan tanggal 10 Juni 1909 M. Beliau adalah putra ke sembilan KH. Zahid dan Nyai ‘Alimah dari sebelas bersaudara.

Adapun kesebelas putra-putri KH. Zahid adalah : 
(1. KH. Abdul Hadi 
(2. Mutmainnah 
(3. Tashrifah 
(4. Zainab 
(5. KH. Muhammad Rofii (ayahanda KH. Abdullah Faqih) 
(6. Musfi’ah 
(7. ‘Aisyah 
(8. Musta’inah (meninggal usia muda) 
(9. KH. Ahmad Marzuqi 
(10. Hindun 
(11. Maryam (meninggal ketika masih kecil) 

Pendidikan tentang dasar-dasar agama telah dirasakan oleh putra ke sembilan KH. Zahid ini qejak dini, karena semenjak masa balita beliau bersama saudara-saudaranya telah hidup dalam suasana relegius di bawah bimbingan ayahnya sendiri.

Ketika berusia sepuluh tahun, beliau mulai melanjutkan studi dan memperdalam pengetahuan agama di Pondok Pesantren Langitan di bawah asuhan KH. Abdul Hadi Zahid yang merupakan kakak kandungnya sendiri. Selama puluhan tahun beliau memperdalam dan meningkatkan kemampuan intelektualnya dalam semua disiplin ilmu agama dengan tekundan sabar. Selain belajar di Pondok Pesantren Langitan beliau juga kadangkala mengikuti pengajian secara temporal (pasanan) di Pondok Pesantren Tebuireng di bawah bimbingan ulama besar, Hadratus Syeh KH. Hasyim Asy’ari yang juga termasuk salah satu alumni Pondok Pesantren Langitan semasa kepengasuhan KH. Muhammad Sholeh. Selainitu beliau juga pernah mendalami ilmu seni kaligrafi kepada KH. Basuni, Blitar Jawa Timur.

Karena kapabilitas dan kredibilitasnya yang mumpuni dalam bidang pengetahuan agama, beliau mendapat amanat dari KH.Abdul Hadi Zahid untuk menjadi pengajar di Pondok PesantrenLangitan. Selain memiliki penguasaan ilmu pengetahuan agama yang luas beliau juga mempunyai banyak pengetahuantentang dasar managemen organisasi sehingga pada tahun 1944 M. beliau mendapat kepercayaan menjadi lurah pondok (sekarang populer dengan sebutan Ro’is Am). Tugas-tugas mulia itu dilaksanakannya dengan penuh ketekunan, kesabaran dan konsisten, sampai pada akhirnya ketika berusia 36 tahun beliau dijodohkan dengan Ning Halimah putri KH. Zaini Pambon Brondong Lamongan yang juga termasuk putra menantu KH. Muhammad Khozin.

Perhatian dan komitmen KH. Ahmad Marzuqi Zahid terhadap dunia pendidikan tidak pernah surut dan padam, kendati beliau telah disibukkan dengan urusan-urusan rumah tangga. Hal itu terbukti dengan masih tetap aktifnya beliau dalam mengajar dan bahkan pada tahun 1949 M. beliau memperoleh amanat menjadi Kepala Madrasah Al Falahiyah ketika sedang dirintasnya pengajaran klasikal (madrasiyah) semasa iepengasuhan KH. Abdul Hadi Zahid. Berkat SDM dan olah menejerial yang mumpuni, beliau berhasil membawa Madrasah Al Falahiyah menjadi qebuah lembaga pendidikan yang berkualitas dan progresif. Selain aktif dalam dunia pendidikan yang sudah menyatu dengan jiwa dan karakternya, beliau juga pernah berkiprah dan berperan dalam dunia perpolitikan dengan menjadi anggota DPR Kabupaten Tuban hasil pemilu tahun 1955 dengan membawa bendera Nahdlotul Ulama (NU)
Cita-cita dan harapan para pengasuh pendahulu Pondok Pesantren Langitan diterjemahkan dengan baik dan penuh kearifan oleh KH. Ahmad Marzuqi Zahid bersama KH. Abdullah Faqih. Kerjasama yang sinergis antar keduanya dalam memimpin roda kepengasuhan Pondok Pesantren Langitan telah banyak membuahkan hasil yang signifikan. Seperti kebijakan baru di bidang pendidikan dan ketrampilan berupa pelajaran Manhaj Tadris, pembentukan Pusat Pelatihan BahasaArab, kursus komputer, administrasi dan manajemen, diklat jurnalistik, pertanian dan peternakan, pendirian Taman Kanak-kanak (TK) dan Taman Peldidikan Al Quran (TPQ), dan lain- lain

Di bidang dakwah mengadakan pengajian umum mingguan dan pengiriman dai ke berbagai daerah sekitar dan luar jawa.Di bidang perekonomian mendirikan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) barupa Toko Induk, toko pondok, kantin sayur dan wartel An Nur. Kebijakan-kebijakan baru tersebut diilhami oleh sebuah kaidah “Al Muhafadlotu alal Qadimis Sholeh wal Akhdzu bil jadidil Ashlah” (memelihara norma-norma lama yang baik, dan menggali norma-norma baru yang lebih baik).
Keberhasilan ayah dari sembilan putra ini dalam mengemban dan menjalankan semua aktifitasnya khususnya dalam mengasuh Pondok Pesantren Langitan tidak lepas dari jasa qeorang wanita yang memiliki nilai istimewa di sisinya yaitu istrinya sendiri, Nyai Halimah yang dengan penuh kesabaran dan keihlasan telah mencurahkan segala pengorbanannya dalam mendampingi dan mengabdikan dirinya membantu tugas-tugas sang suami baik dalam suka maupun duka. Beliau bersama Nyai Halimah dikaruniai sembilan putra-putri yang kelak menjadi penerus perjuangan ayah ibundanya dalam menegakkan panji-panji Islam. Kesembilan putra-putri beliau adalah:

1. Ning Khahifah (meninggal dalam usia muda)
2. Ning MUflihah (diperistri oleh KH. Dimyati Romli, PP. Darul Ulum Jombang)
3. KH. Abdullah Munif (beristrikan Ning Qurratul Ishaqiyyah, Surabaya)
4. Ibu Nyai Hj. Faizah (istri KH. Sholeh Badawi, Langitan)
5. KH. Muhammad Ali (beristrikan Ning ‘Aisyah, Surabaya)
6. Ning Mahmudah (dipersunting oleh KH. Basthomi, Nganjuk)
7. Ning Nihayatus Sa’adah (istri oleh Agus A’la Bashir, Madura)
8. Ning Shofiyah (istri Agus JJ. Abdul Razaq, Sumedang Jawa Barat)
9. Ning Masrurah (istri Ust. Miftahul Munir, Manyar Gresik)

Setelah selama kurang lebih empat puluh tujuh tahun mencurahkan segala potensi yang ia miliki dalam mendampingi dan membantu meringankan beban suami dalam menegakkan kalam ilahi, I`u Nyai Halimah iembali ke haribaan Rabbul ‘izzati tepat pada tanggal 6 Juni 1992 M. Air mata hatuh menetes tak tertahankan sebagai saksi atas segala jasa-jasa beliau yang tidak dapat terbelikan oleh materi. Dua tahun sepeninggal Nyai Halimah, tepatnya pada tanggal 7 April 1994 M. KH. Ahmad Marzuqi Zahid menikah lagi dengan Nyai Sholihah dari Desa Manyar Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan, yang mendampingi hingga akhir hayatnya. Waktu terus berjalan, qesuai dengan kehendak-Nya. Bumi Langitan terselimuti oleh kabut duka ketika ajal menyapa. Hari itu, Sabtu, 21 Rabi’ul Awwal 1421 H. atau bertepatan dengan tanggal 24 Juni 2000 M. KH. Ahmad Marzuqi Zahid berpulang ke sisi Rabbnya pada umur 91 tahun, qetelah mengasuh Pondok Pesantren Langitan selama kurang lebih 29 tahun (1971 -2000 M.)

Dari Berbagai Sumber .

Bagikan Artikel Ini Ke Teman Anda

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah Yang Baik