Jumat, 29 Maret 2013

Arti Tawwakal Dalam Mencari Rizqi

Himpunan santri alumni pondok pesantren sirojuth tholibin brabo

Taqwa Mendatangkan Rezeki yang Tak Terduga.?
Apakah bisa di buktikan.?
Kita telusuri kebenaran nya.!

Dalam salah satu ayat Allah berjanji kepada manusia sebagai berikut:
"Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan memberinya jalan keluar dan ak an memberinya rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka sebelumnya" 
(QS. Ath Thalaq: 2-3)
Ada sesuatu yang terkadang tak dapat dimengerti tentang rezeki. Makanya banyak orang yang menyebut masalah rezeki adalah sebuah misteri Ilahi.

Sejauh manakah kemisteriusan rezeki?

Lewat ayat diatas Allah bersumpah akan memberikan jalan keluar bagi setiap kesulitan --termasuk kesulitan masalah rezeki--
kepada orang-orang yang bertaqwa, sekaligus akan memberikan rezeki-Nya kepada mereka lewat jalan yang sebelumnya tak pernah mereka duga. Disinilah letak betapa masalah rezeki itu terkadang tak masuk akal.

Dilihat dari realitas yang ada mungkin dapat dikatakan bahwa ada dua pertimbangan yang bisa digunakan unt uk mengetahui bagaimana rezeki manusia itu datang, yakni pertimbangan akal dan pertimbangan non akal. Pertimbangan pertama lebih bersifat rasional, sedangkan pertimbangan kedua lebih bersifat irasional. Apa maksud dari dua per timbangan tersebut?.

Dalam kenyataan rezeki bisa diukur dengan ukuran rasional. Ketika manusia bekerja; modal punya, pengalaman punya, pangsa pasar prospektif, maka secara rasional pekerjaan akan menemukan kesuksesan. Sebaliknya bila manusia bekerja tanpa adanya modal yang cukup, pengalaman nol, dan pangsa pasar tak menjanjikan, maka secara rasional pula jenis pekerjaan tersebut tak akan meraih kesuksesan. Dalam tata kehidupan dunia banyaknya kesuksesan seeorang berbisnis ternyata ditunjang oleh modal, pengalaman dan pangsa pasar tersebut. Anda, misalnya mendirikan warung kopi di daerah pinggir kuburan; modal tak ada
hingga warung kopi hanya berupa lesehan, tempatnya jauh dari keramaian dan sangat sepi. Anda pun tak punya pengalaman hingga kualitas kopi yang Anda dijual jauh ketinggalan dengan warung-warung kopi yang lain. Dalam kondisi seperti itu secara rasional usaha Anda tak akan berhasil. Akan lain kenyataannya jika Anda buka warung di daerah yang ramai dan strategis.

Modal cukup hingga warung dimodel sebagaimana layaknya warung. Pengalaman pun Anda punya hingga rasa kopi tak kalah dengan yang lain, harga berani bersaing, pelayanan baik. Dalam kondisi seperti ini secara rasional usaha Anda pasti akan berhasil. Disinilah letak rasionalisasi rezeki itu. Akan tetapi manusia harus sadar bahwa tidak semua rezeki Tuhan itu bisa dirasionalkan. Ada seorang teman yang pernah bercerita tentang betapa tak mengertinya dia tentang rezeki pembagian Tuhan. Sehari-hari teman satu ini kerjanya hanya sebagai seorang petani; dia punya lahan garapan tambak yang tak seberapa luas. Disamping sebagai petani dia juga seorang pengajar pada sebuah madrasah swasta dan di Taman Pendidikan Al Qur’an. Hampir 80 % kegiatan sehari-harinya ia curahkan untuk perjuangan tersebut. Disebut perjuangan sebab di madrasah gaji yang dia peroleh tak lebih dari 150 ribu sebulan, sementara di TPQ dia tak dapat gaji.

Karena hampir seluruh waktu dalam sehari ia habis kan untuk mengajar, maka waktu untuk merawat dan bertaninya nyaris tak ada. Kala sore teman satu ini lebih mementingkan mengajar Al Qur’an kepada anak-anak kecil ketimbang memberi makanan kepada ikan-ikannya di tambak. Hanya di waktu pagi dan sore selepas ngaji dia pergi ke lapangan pekerjaannya tersebut, itupun hanya sekedar menjenguk. Selebihnya dia hanya pasrah, tawakkal dengan tetap berusaha semampunya untuk merawat tambak. Teman satu ini begitu ihlas dalam melaksanakan perjuangan agamanya; dia yakin bahwa ketika dia ihklas memperjuangkan agama Allah dengan sibuk mengurus nasib umat sementara dia sendiri sampai tak punya waktu untuk mengurus keluarganya, maka pada sa at itulah Allah nanti yang akan mengurusi permasalahan keluarganya.

Sepenuhnya dia yakin bahwa siapapun yang mau memperjuangkan agama Allah dan siapapun yang mau bertaqwa kepada-Nya, pasti Allah akan memberinya jalan keluar bagi semua permasalahan hidup dan akan memberinya rezeki yang tak terduga.

Dan nyatanya keyakinan itupun terbukti!

Walaupun lahan garapan tambaknya dioleh dan diatur dengan apa adanya ternyata hasil panen yang dia dapat tidak kalah, bahkan melebihi dengan hasil panen tambak-tambak yang sistem perawatannya jauh lebih profesional. Sungguh, di luar dugaan teman satu ini; tambak yang tak begitu terawat yang secara akal tak akan membuahkan hasil yang maksimal ternyata malah sebaliknya. Fenomena apakah ini?

Disinilah betapa Allah telah membuktikan janji-Nya. Pada saat seorang hamba disibukkan dengan urusan-urusan perjuangan agama hingga sampai tak punya waktu untuk memikirkan tanggungan keluarga, maka pada saat itulah Allah nanti yang akan mengurus dan memikirkan keluarganya. Siapaun yang mau menolong agama Allah, maka pasti akan menolongnya. Siapapun yang benar-benar mau taqwa kepada Allah, pasti Dia akan memberikan banyak jalan kemudahan se kaligus akan memberikan limpahan rezeki melalui jalan yang terkadang tak rasional. Yakinlah...!

Wa Allohu A'lam.........

Kamis, 28 Maret 2013

Rizqi Berlipat Ganda Dengan Bersedekah

Himpunan santri alumni pondok pesantren sirojuth tholibin brabo

 

Sedekah Mendatangkan Rezeki Berlipat Ganda.


Letak ketidak-rasionalan rezeki dapat juga dilihat dalam fenomena sedekah. Semestinya setiap harta benda yang dikeluarkan untuk apa saja akan mengurangi jumlah harta benda tersebut. Namun apakah hal demikian juga berlaku pada pengeluaran harta benda dalam bentuk sedekah?

Tidak..!! Jelas-jelas Allah menyatakan dalam salah satu firman-Nya sebagai berikut:

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah sama seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir; pada tiap-tiap se bulir tumbuh seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Ma ha mengetahui" (QS. Al Baqarah: 261)

Sesuai dengan janji Allah sendiri, sedekah ternyata akan menyebabkan harta benda menjadi berlipat ganda. Bukan main-main yang dijanjikan Allah terhadap pelipat gandaan tersebut, yakni 700 kali lipat..! Itu artinya dengan sedekah seseorang akan memperoleh keuntungan secara materi yang begitu besar.

Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh rasulullah dalam salah satu hadistnya:

"Siapapun bersedekah yang beratnya semisal kurma dari hasil kerja yang baik, maka Allah tidak akan menerimanya kecuali dengan kebaikan, sedekah itupun diterima-Nya di sisi kanan-Nya yang kemudian Dia kembangkan sedekah tersebut kepada pemiliknya sebagaimana orang yang mengembangkan anak kuda sampai besar sebesar sebuah bukit.

Dalam hadist lain juga disebutkan:

"Hai sekalian manusia, bertobatlah kepada Allah sebelum kalian mati, segeralah beramal shaleh sebelum datang kesibukan, sambunglah (jalinan) antara kalian dengan Allah dengan sering-sering mengingat-Nya, dan bersedekahlah se banyak-banyaknya secara sembunyi-sembunyi atau terang- terangan, dengan begitu pasti kalian akan diberi rezeki, pertolongan dan kecukupan".

Jadi jelas Allah dan rasul-Nya telah menjanjikan bahwa setiap kali harta benda yang dikeluarkan untuk sedekah pasti Allah akan menggantikannya dengan rezeki lain yang kadar jumlahnya lebih banyak. Banyaknya contoh riel dalam kehidupan nyata telah membuktikan bahwa sedekah tidak akan pernah menyebabkan seseorang menjadi melarat, namun sebaliknya dengan menyedekahkan sebagian hartanya (bukan seluruhnya) malah akan bertambah. Tidak rasional, memang, namun begitulah kenyataannya.

Salah seorang tetangga, kebetulan sebelumnya dia tergolong orang kaya. Setelah ditinggal suaminya mati dia bertekad untuk menyedekahkan sebagian kekayaan yang dia miliki untuk keperluan agama. Kebetulan waktu itu sebuah masjid di desa dimana ia tinggal sudah nampak tua. Kepada masyarakat dia mengajukan untuk membongkar masjid tersebut dan menggantinya dengan masjid yang lebih besar dengan model bangunan yang baru. Niat itupun disetujui. Janda kaya tersebut pun menyedekahkan sebagian hartanya untuk pembangunan masjid yang jumlah biaya totalnya ternyata mencapai sekitar 600 juta.

Luar biasa! Uang sebanyak itu dia tanggung sendiri. Sebelumnya wanita inipun tidak menyangka bisa menyedekahkan uangnya sebanyak itu. Dia juga tak menduga kalau dalam waktu kurang dari satu tahun bisa mengeluarkan uang yang begitu banyak. Padahal diakuinya sendiri untuk mendapatkan uang 600 juta tak semudah yang dibayangkan. Namun dari mana uang itu dia peroleh? Wallahu a’lam.
Dia hanya menjalankan bisnis warisan suaminya seperti biasanya. Wanita ini hanya merasa ketika dalam proses pembangunan masjid rezeki datang seperti air hujan. Tak seperti biasa, rezeki seperti sangat mudah dia peroleh; bukan saja saat proses pembangunan mas jid itu, namun jauh sesudahnya dia merasakan bahwa Allah seperti melipat gandakan jatah rezekinya!.

Tetangga satu yang baru saja dikisahkan tersebut adalah salah satu contoh dari sekian banyak kenyataan yang membuktikan bahwa Allah benar-benar akan membalas ora ng-orang yang mau menyedekahkan sebagian hartanya untuk jalan agama dengan balasan rezeki yang berlipat ganda. Sama sekali Allah tak mengurangi jumlah harta benda seseorang yang mau beramal. Malah sebaliknya Dia akan menjadi kan harta benda tersebut lebih banyak dari jumlah sebelum nya.

Kalau Allah sudah berjanji bahwa Dia akan memberi rezeki yang berlipat ganda terhadap hamba-hamba-Nya yang mau bersedekah, maka itu artinya Allah pun akan membinasakan harta seorang kalau memang dalam hidup dia bakhil dan enggan mentasarufkan sebagian hartanya untuk kepentingan agama.

Percayalah bahwa sedekah akan menjadikan harta benda bertambah dalam hitungan dua kali lipat, sementara sifat bakhil dan enggan mengeluarkan amal tak akan menyebab kan harta menjadi bertambah, namun malah akan menjadi kehancuran bagi pemiliknya.

Dari berbagi sumber.!!

Wa Allohu A'lam

Selasa, 26 Maret 2013

Di Balik Menikah Ada Kekayaan

Himpunan santri alumni pondok pesantren sirojuth tholibin brabo

Menikahlah, Mungkin Kau Akan Kaya.


Di kisah kan dulu ada seorang sahabat nabi yang menetapkan diri untuk tidak menikah. Masalah ekonomi adalah merupakan alasan utama mengapa dia ingin hidup membujang. Dan untuk mengisi hari-harinya,dia selalu mengisinya untuk berkhitmat kepada nabi, tiap hari dia berada di rumah beliau dengan harapan bisa meladeni segala keperluan utusan Allah tersebut.

Nabi melihat bahwa sahabat yang satu ini sudah layak untuk menikah. Maka, di suatu saat nabi bertanya kepada nya, "Mengapa kamu tidak menikah?".
"Ya Rasulullah, aku ini seorang yang miskin, tidak punya apa-apa. Aku sudah bertekad untuk mengabdikan diri kepadamu,"jawabnya.Nabi hanya diam. 

Namun pada kesempatan lain nabi mencoba untuk menanyainya lagi. Dan sama dengan jawaban yang pertama, sahabat itupun menjawab bahwa dia tidak mau menikah sebab alasan ekonomi. Sepenuhnya dia menyadari bahwa dia tak berpunya. Apa yang bisa dia gunakan untuk menikah? Apa yang bisa dia gunakan untuk membiayai kehidupan anak istrinya kelak?.

Begitulah waktu berjalan terus. Dalam hati sahabat satu ini mulai berfikir dan bergumam sendiri dalam hati, "Demi Allah, nabi pasti tahu apa yang baik untukku dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Nabi pun pasti tahu apa yang bisa mendekatkan aku kepada Allah. Jika nanti nabi bertanya lagi kepadaku tentang masalah nikah ini untuk yang ketiga kalinya, aku pasti akan segera beristri!".

Benar dugaan sahabat ini. suatu hari nabi ternyata bertanya lagi kepadanya untuk yang ketiga kali. "Mengapa kamu tidak beristri?" tanya nabi.
Tanpa pikir panjang sahabat ini langsung menjawab, "Nikahkanlah aku, wahai nabi!"
Mendengar kesediaan itu nabi kontan nabi langsung menyuruh sahabat tersebut untuk mendatangi salah satu keluarga untuk meminang. "Datanglah kepada keluarga si fulan. Katakan kepadanya bahwa nabi menyuruh kalian untuk menikahkan aku dengan anak perempuan kalian"
Untuk beberapa saat sahabat tadi tertegun, "Ya Rasulullah, aku tak punya apa-apa!" katanya meyakinkan nabi bahwa untuk saat itu dia tak akan sanggup membiayai perkawinannya. Mendengar pengakuan itu nabi tak tinggal diam. Beliau segera memerintahkan kepada para sahabat lain untuk mengumpulkan setail emas sebagai mas kawin. Setelah terkumpul, maka terlaksalah pernikahan itu. Untuk biaya walimah para sahabat gotong royong mendapatkan seekor kambing jantan.

Demikian fakta sejarah yang pernah terjadi di masa nabi,karena miskin dan takut miskin seseorang enggan untuk melakukan pernikahan. Dan kekhawatiran seperti itu kini ternyata banyak terjadi. Banyak orang merasa takut menikah karena alasan ekonomi. Para perjaka pun biasanya mempunyai kekhawatiran yang berlebihan,apakah mereka akan mampu mencukupi kebutuhan anak dan istrinya kelak jika mereka membina keluarga.

Alasan enggan menikah karena masalah ekonomi memang bisa diterima akal,bila saat sendiri saja belum bisa membiayai kebutuhannya sendiri, maka bagaimana mungkin nanti bisa membiayai hidup istri dan anak-anaknya? Apalagi bagi mereka yang belum punya pekerjaan tetap, dan atau sudah punya pekerjaan namun gajinya pas-pasan. Tentu kondisi seperti itu akan memunculkan kekhawatiran yang berlebihan hingga perasaan tersebut menjadi rasa takut yang terkadang tak beralasan.

Dalam hal ini ada baiknya kita simak kembali sebuah ayat Al Qur’an yang secara tegas menyerukan kepada manusia untuk menikah dengan tanpa mempertimbangkan masalah kemampuan ekonomi:
"Dan kawinlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba sahayamu yang perempuan; jika mereka miskin Allah pasti akan memampukan (menjadikan kaya) mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui" (QS.An Nur: 32).

Secara tegas Allah menyatakan dalam ayat itu bahwa Dia akan mencukupi kebutuhan seseorang yang mau menikah, walaupun sebelumnya kondisi ekonominya miskin. Dari ayat diatas, seakan-akan Allah memerintahkan kepada umat Muhammad; menikahlah jangan kau khawatirkan apakah kelak setelah menikah kau bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga atau tidak. Selagi kau mau usaha, pasti Allah akan mencukupi kehidupanmu..!!!!
Ini adalah janji Allah, dan Dia sama sekali tak pernah mengingkari janji-Nya. 

Dalam ayat yang lain Allah pun menjanjikan hal yang sama:
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami (Allah) yang akan memberi rezeki mereka dan juga kepadamu. Sesungguh nya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar" (QS. Al Isra’: 31)
Jadi Allah sendiri telah berjanji akan menjamin ekonomi kita sekaligus anak-anak yang kita lahirkan. Kalau Allah sudah berjanji seperti itu mengapa kita mesti takut.?! Kita harus menanamkan keyakinan penuh bahwa Allah pasti akan menolong hamba-hamba-Nya yang mau menikah. Jadi jangan sekali-kali merasa takut menikah karena alasan ekonomi. Kekhuatiran sebelum menikah memang wajar, namun jangan sampai kekhuatiran itu menjadi ketakutan yang tak beralasan.

Bila dilihat dari realitas kehidupan nyata, ada banyak contoh kasus betapa setelah seseorang menikah ternyata tingkat ekonominya bisa lebih mapan ketimbang sebelumnya. Janji Allah dalam hal ini bisa dilewatkan dalam beberapa hal; setelah seseorang menikah biasanya alur pikiran dan tingkat kedewasaannya akan muncul. Kesadaran bahwa status diri sudah menikah adalah merupakan salah satu indikasi bahwa Allah telah memberi jalan keluar bagi orang yang sudah berkeluarga untuk mengatasi masalah ekonominya. Dengan kesadaran yang diberikan Allah, itu adalah sebuah modal besar bagi seseorang untuk melangkah lebih jauh. Dengan kesadaran etos kerja akan lebih meningkat; kalau sebelum menikah biasanya perjaka enggan untuk kerja, apalagi jenis kerjanya itu tidak membawa gengsi, maka setelah menikah dimana dia merasa sudah punya tanggungan mau tidak mau dia harus bekerja. Dari sini saja sudah dapat dilihat betapa orang yang sudah menikah itu lebih banyak rezekinya dari pada orang yang belum menikah. Secara spikologis pun hal ini bisa dibaca; saat seseorang belum menikah, ia merasa tak punya tanggungan, makanya ia kerja seenaknya; punya uang syukur, tak punya pun tak apa-apa. Namun perasaan seperti ini ternyata tak terdapat dalam kebanyakan orang yang sudah menikah. 

Secara psikologis orang yang sudah berkeluarga merasa punya beban tanggung jawab, makanya mereka harus bekerja untuk bisa mencukupi tanggung jawabnya. Lagi-lagi dari sini dapat disimpulkan bahwa tingkat pengangguran lebih banyak didominasi oleh mereka yang belum menikah ketimbang yang sudah berkeluarga.

Kenyataan seperti diatas adalah merupakan tanda betapa Allah pasti akan menolong orang-orang yang sudah berkeluarga dalam hal ekonomi. Contoh yang disebutkan di atas hanya merupakan salah satu jalan yang diberikan Allah kepada mereka yang sudah menikah. Jauh lagi dari itu, masih banyak jalan yang akan diberikan Allah untuk menolong orang-orang yang mau melaksanakan ibadah yang berupa nikah ini. Percayalah bahwa kalau Allah memerintahkan menikah, itu artinya Dia tak akan pernah membiarkan hamba-hamba-Nya yang mau melaksanakan perintah itu kelaparan. Jadi, tunggu apalagi; kalau memang ingin menjadi orang yang yang bahagia serba berkecukupan baik secara materi mau pun immateri, megapa tidak langsung menikah?!. 

Percayalah bahwa dengan menikah kondisi ekonomi kita akan bisa lebih meningkat..!

Wa Allohu A'lam........

Memahami Arti Bersyukur Yang Sesungguhnya

Himpunan santri alumni pondok pesantren sirojuth tholibin brabo


Pada ayat berikut dalam Al-Qur'an dengan jelas Allah berjanji akan menambahkan rezeki-Nya kepada manusia:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih"
(QS. Ibrahim: 7)

Ayat diatas memberikan satu kejelasan bahwa Allah akan menambahkan rezeki-Nya kepada manusia yang mau ber syukur. Ini adalah sebuah janji, dan Tuhan tak akan pernah mengingkari apa yang Dia janjikan sendiri. Jadi jelas, jika manusia mau bersyukur maka dengan itu manusia akan memperoleh nikmat yang lebih.
Ini bisa diartikan pula bahwa ketika manusia mau bersyukur terhadap nikmat rezeki yang sudah diberikan Allah, maka saat itulah dia akan memperoleh nikmat rezeki yang lebih dari apa yang sudah dan yang seharusnya akan dia terima.
Pendek kata dengan syukur manusia akan memperoleh rezeki yang lebih dari jatah yang sudah ditetapkan!

Sekali lagi ini adalah sumpah Tuhan kepada manusia. Dan dengan sumpah itu pula seakan-akan Tuhan ingin menunjukkan sebuah rahasia bahwa diantara sekian kunci misteri yang bisa membuka pintu rezeki adalah dengan bersyukur. Ini artinya jika manusia ingin mendapatkan limpahan rezeki yang berlipat ganda ataupun ingin menjadi cepat kaya, maka kuncinya hanya terletak pada sifat syukur tersebut. Semudah itukah? Ya, betul semudah itu!
Syukur memang mudah diucapkan namun teramat sulit untuk dilakukan. Apalagi syukur adalah sebuah sifat yang kaitannya dengan pekerjaan hati, maka sifat ini hanya bisa dirasakan dalam kalbu. Kalau pun sifat tersebut nampak dalam tindakan, itu hanya sebagian kecil dari indikasi syukur. Inipun tidak bisa menjadi ukuran, sebab tindakan bisa saja dibuat dusta oleh pelakunya.

Sebagai satu sifat yang teramat sulit untuk dilakukan, terkadang seseorang salah dalam mengamalkan sifat syukur ini. Ada sebagian, atau bahkan banyak orang yang terkadang berkata pada dirinya sendiri, "Saya sudah bersyukur, namun mengapa Allah masih belum menambahkan karunia rezeki?". Dalam posisi demikian sesungguhnya yang perlu dipertanyakan bukan janji Allah, namun yang perlu dikoreksi adalah sifat syukur itu sendiri.
Sudah benarkah kita melakukan syukur? Apakah syukur yang kita jalani sudah sesuai dengan syukur yang telah dikonsepkan oleh agama?

Lewat kisah nabi Sulaiman, Al Qur’an sesungguhnya telah memberikan sebuah contoh bagaimana cara bersyukur yang benar. Ketika nabi Sulaiman mendapatkan banyak karunia dari Allah yang berupa banyaknya harta, tahta, sampai pada takluknya semua makhluk kepadanya, menerima itu semua nabi Sulaiman mengatakan "Sungguh, ini adalah sebuah karunia dari Allah untuk menguji apakah aku termasuk orang yang bersyukur atau malah termasuk orang yang kufur te rhadap nikmat-Nya".

Sungguh, seperti itulah ucapan orang syukur yang sebenarnya. Ucapan tersebut bukan hanya sekedar keluar dari mulut, namun lebih dari itu ia keluar dari dalam lubuk hati yang paling dalam. Sebagaimana yang diucapkannya sendiri, nabi Sulaiman sadar bahwa segala apa yang telah dia capai dalam hidup hanyalah merupakan karunia dari Allah, tak lebih dari itu. Dia sadar sepenuhnya bahwa kekayaan yang dia dapat dan kedudukan yang telah dia raih tiada akan terwujud tanpa adanya pemberian Allah.Nabi Sulaiman sesungguhnya telah yakin dengan sepenuhnya bahwa harta benda dan tahta yang dia punya bukan lahir dari hasil kerja kerasnya sendiri, melainkan semua itu atas dasar pemberian Allah. Jika Allah tak berkenan memberikan itu semua, tak akan pernah mungkin dia punya segala sesuatu seperti saat itu.

Syukur, sebagaimana yang diajarkan Al Qur’an lewat kisah nabi Sulaiman ternyata adalah sebuah mentalitas, sebuah penyikapan yang benar terhadap karunia Tuhan. Syukur adalah sikap yang didasarkan pada keyakinan bahwa semua yang telah diperoleh di dunia ini hanyalah karena karunia yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia, bukan karena hal-hal lain. Manusia baru bisa disebut syukur jika saat mendapatkan kesuksesan dalam hati dia berkata, "Semua ini sesungguhnya dari Allah, dan bukan karena kepandaian yang aku miliki". Baru dikatakan syukur juga ketika seorang manusia mendapatkan rezeki yang melimpah dia menganggap bahwa semua itu adalah dari karunia Tuhan bukan dari hasil kerja kerasnya.
Teramat sulit memang punya sikap dan mental seperti itu. Apalagi akal kita sering kali membenarkan bahwa apa yang selama ini kita peroleh adalah murni dari hasil kerja keras kita sendiri. Disinilah letak betapa sulitnya manusia bisa bersyukur kepada Allah. 

Kebanyakan manusia menganggap bahwa kekayaan yang didapat, kedudukan yang di raih dan rezeki banyak yang telah diperoleh adalah dari hasil kerja keras mereka sendiri. Dalam keadaan demikian, secara tidak sadar manusia sesungguhnya lupa kepada Dzat yang telah memberi rezeki. Manusia lupa akan kekuasaan Tuhan bahkan telah meniadakan peranan-Nya. Pada saat manusia menganggap bahwa apa yang telah dia dapat itu adalah hanya dari kemampuan diri mereka sendiri, maka pada saat itu sebenarnya mereka tidak mengakui bahwa Allah-lah yang berada dibalik kesuksesannya.

Memang secara rasional bisa dibenarkan kalau kita menganggap bahwa kesuksesan adalah berasal dari hasil kerja keras yang didukung oleh kemampuan seseorang. Namun kalau kita mau berfikir secara mendalam dengan melihat sebab-sebab yang lebih jauh lagi, pada titik akhir kita akan menemukan satu kesimpulan bahwa semua apa yang dimiliki manusia sesungguhnya merupakan pemberian dan karunia dari Allah, termasuk kemampuan manusia bisa bekerja keras dan bisa memiliki kemampuan. 

Mengapa manusia bisa melakukan kerja keras? Jawabnya, karena manusia punya tenaga dan kekuatan untuk itu. lantas dari mana manusia punya tenaga dan kekuatan?. Tentu jawabannya adalah dari Allah. Seandainya Allah tidak memberikan kekuatan dan tenaga kepada manusia, mana mungkin manusia bisa bekerja?
Kalau seandainya Allah tidak memberikan pengetahuan kepada manusia dari mana mereka bisa menggunakan akalnya untuk mengais rezeki.

Jadi sudah jelas sekarang bahwa semua yang telah diraih manusia lewat kerja keras, penyebab dan sumber utamanya sebenarnya berasal dari Allah.
Dan berpijak dari sini, maka yang dinamakan syukur yang benar adalah menyikapi kesuksesan dalam bentuk apapaun sebagai pemberian karunia Allah, tak lebih dari itu. Manusia baru bisa dianggap bersyukur jika punya mentalitas seperti yang dipunyai nabi Sulaiman. Dan manusia baru bisa bersikap syukur jika mereka membuang jauh-jauh keangkuhan dan ego mereka yang selalu meyakini bahwa kesuksesan adalah dari hasil kerja keras yang mereka lakukan.

Karena syukur adalah sebuah mentalitas dari penyikapan seorang manusia terhadap karunia Tuhan, maka syukur pasti akan nampak pada prilaku yang lebih nyata. Agama menetapkan bahwa diantara sekian tanda-tanda orang yang bersyukur adalah mereka yang menggunakan harta kekayaannya sesuai dengan ajaran Allah. Seseorang baru dikatakan bersyukur jika harta benda yang dia punya dibelanjakan sesuai dengan yang diperintahkan agama; digunakan pada jalan kebaikan bukan pada jalan kemaksiatan.

Demikian arti syukur yang sesungguhnya. Jika seorang manusia sudah melakukan rasa syukur ini dengan benar, maka yakinlah bahwa Allah pasti akan menambahkan karunianya. Sebaliknya jika manusia tidak mau bersyukur tapi malah kufur terhadap nikmat, maka nantikanlah; suatu saat ad zab Allah pasti akan datang!
Muncul satu pertanyaan sekarang, dalam bentuk apa Allah memberikan tambahan karunia kepada orang-orang yang mau bersyukur?
Ada dua kemungkinan dalam hal ini. Pertama, Allah akan melebihkan tambahan karunia-Nya dalam bentuk materi. Dengan kata lain, ketika seseorang mau mensyukuri rezeki yang telah dia terima, maka pada saat itu Allah akan menambahkan kwantitas rezeki-Nya. Dalam posisi ini, dengan syukur seseorang akan mendapatkan rezeki yang lebih berlimpah ruah.
Kedua, Allah akan melebihkan tambahan karunia-Nya secara non materi. Dalam hal ini bukan kwantitas rezeki yang tambahkan oleh Allah, namun pada kwalitasnya. 

Tambahan karunia yang diberikan oleh Allah bukan pada jumlahnya, namun pada sisi yang lain, yakni bertambahnya barakah dalam rezeki yang sudah diterima. Dengan rezeki yang barakah ini, biarpun nilai jumlahnya tidak banyak, namun semua kebutuhan keluarga bisa tercukupi tanpa adanya kekurangan. Rezeki seperti inilah yang disebut sebagai rezeki yang barakah.

Demikian memahami bersyukur atas nikmat alloh.

Wa Allohu A'lam.

Minggu, 24 Maret 2013

Memahami Konsep Al-Qur'an Tentang Rizqi

Himpunan santri alumni pondok pesantren sirojuth tholibin brabo

Memahami Eksistensi Rizqi Menurut Qur'an dan Hadist

Ada beberapa ayat Al Qur’an yang secara jelas mem bicarakan masalah rezeki, untuk menyebutkan beberapa diantaranya adalah yang terdapat dalam surat Ar Rum ayat 40, dimana dalam ayat ini Allah secara tegas menyatakan:

"Allah yang menciptakan kamu, kemudian Allah-lah yang memberi rezeki kepadamu" 
(QS.Ar Rum: 40)

Dalam ayat lain juga disebutkan:

"Atau, siapa lagi yang akan memberi rezeki ke padamu jika Allah menahan rezeki-Nya?" (QS. Al Mulk:21)

Juga, dalam surat Hud, Allah secara eksplisit menyatakan kepada siapa rezeki itu akan Dia berikan:

"Dan tidak ada satu dabbah (binatang melata pun) di bumi ini kecuali Allah-lah yang menjamin rezekinya" (QS. Hud:6)

Tiga ayat diatas secara jelas menginformasikan bahwa Allah akan menjamin rezeki kepada seluruh makhluk-Nya; Dia-lah yang menciptakan seluruh makhluk di jagad raya ini dengan tanpa membiarkan mereka mati kelaparan. Allah menciptakan makhluk sekaligus menyediakan rezeki mereka. Pendek kata, ketika Allah menciptakan makhluk, maka ketika itu pula Allah menyediakan jatah rezeki kepada mereka..!

Berpijak dari ayat diatas, ditambah dengan penafsiran yang kurang mendalam dari ayat-ayat itu, maka ada satu persepsi dari banyak orang yang barang kali masih perlu diluruskan tentang pandangan mereka terhadap masalah rezeki.

Diakui atau tidak bahwa kita sering memahami ayat-ayat Al Qur’an secara mentah-mentah, termasuk pada ayat-ayat yang berbicara tentang rezeki. Kita sering langsung menyimpulkan bahwa Allah pasti akan memberi rezeki kepada manusia. setiap manusia yang masih punya nyawa, saat itulah Allah pasti akan memberi rezeki-Nya. Kesimpulan ini secara berlahan
akan memunculkan satu persepsi yang jauh lagi yakni bahwa masalah rezeki sudah ada jatah nya sendiri-sendiri; rezeki adalah sebuah takdir Tuhan yang sama sekali manusia tak berdaya untuk mengubahnya. Bagaimanapun maksimalnya upaya manusia ketika kerja, namun kalau takdir "jatah rezeki" nya hanya pas-pasan, maka ia tak akan memperoleh bagian rezeki lebih dari yang sudah dijatah tadi. Demikian sebaliknya, jika Tuhan memberikan "jatah rezeki"-Nya dengan jumlah yang banyak kepada sese orang, maka jangankan dia mau bekerja keras, seandainya tidak kerja pun jatah rezeki itu masih tetap akan jatuh ke tangannya, bukan jatuh ke tangan orang lain.

Benarkah pemahaman yang seperti itu.?

Diakui atau tidak bahwa ketika memahami ayat-ayat yang membicarakan tentang masalah rezeki kita jarang sekali mengajukan satu pertanyaan, "Bagaimana cara Allah memberi rezeki kepada makhluk-Nya, termasuk kepada manusia?. Apakah dengan cara langsung diturunkan dari langit, melalui proses pencarian, atau bagaimana?"

Persepsi yang akan muncul tentang rezeki jika pertanyaan diatas tidak diajukan adalah bahwa Allah akan memberikan rezeki-Nya kepada manusia dengan "tanpa apa" dan tidak melalui cara "yang bagaimana". Allah Maha Kuasa. Dia-lah pemilik jagad raya ini beserta semua isinya. Allah akan memberikan rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki, juga bisa saja menahan pemberian rezeki-Nya terha dap siapa saja yang dikehendaki pula. Jadi semuanya ada lah terserah Allah!

Sadar atau tidak bahwa persepsi demikian akan melahirkan sikap pesimistis. Orang-orang yang punya keyakinan seperti itu pasti memiliki sifat tawakkal yang keliru. Mereka biasanya tidak punya motivasi untuk bekerja keras. Etos kerja mereka rendah. Kemungkinan besar mereka punya pandangan bahwa bekerja hanya menyia-nyiakan waktu dan atau bahkan bisa
memalingkan diri dari mengingat Allah. Ah, mungkin orang-orang seperti itu lupa bahwa bekerja, dalam pandangan Islam dianggap sebagai ibadah!

Sekarang, untuk menghindari salah persepsi tentang konsep rezeki yang dinyatakan Al Qur’an, marilah kita kaji kembali ayat keenam dari surat Hud:

"Dan tidak ada satu dabbah (binatang melata pun) di bumi ini kecuali Allah-lah yang menjamin rezekinya" (QS. Hud:6)

M. Quraish Shihab menyatakan bahwa lafad "dabbah" secara terminologi sesungguhnya mempunyai arti "yang bergerak". Dengan demikian ayat tersebut mengandung makna bahwa "Allah akan memberi dan menjamin rezeki kepada semua makhluk-Nya yang (mau) bergerak, dan bukan terhadap makhluk yang hanya diam". Bergerak yang dimaksud dalam ayat diatas adalah "yang mau berupaya", "yang mau mencari" dan "yang mau bekerja". Allah akan memberikan ja tah rezeki- Nya kepada orang-orang yang mau berupaya untuk mencari jatah yang sudah Dia berikan. Siapapun yang tidak punya upaya mencari, maka jatah rezeki itupun tak akan ia temukan. Hewan, misalnya jika hanya berdiam diri tak mau bergerak dan enggan mencari makanan, maka bisa saja hewan itu mati kelaparan. Begitu pula dengan manusia, jika mereka tak mau berupaya mengais rezeki dan mencarinya di bumi ini, maka jangan diharap dia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Jelaslah bahwa Allah tidak dengan serta-merta menjatah rezeki kepada seluruh manusia dengan tanpa melalui sebab apa-apa. Allah memberikan karunia rezeki melalui satu cara dalam bentuk upaya, yakni kerja. Ini artinya bahwa Allah memang telah memberi jatah rezeki kepada semua makhluk, sementara makhluk itu sendiri yang punya tanggungan untuk mencarinya. Allah menyediakan rezeki, sementara makhluk yang kebagian mencari dimana rezeki tersebut. Dari kenyataan ini maka upaya mencari rezeki dalam bentuk bekerja adalah satu keharusan. Bekerja adalah satu kewajiban yang harus dilakukan. 
Mengapa demikian?

Sebab hanya kerja mengais rezeki itulah satu-satunya cara bagi manusia untuk bisa menemukan rezeki yang Allah berikan.

Al Qur’an sendiri memberikan sebuah keterangan dalam bentuk contoh betapa rezeki itu harus "dicari" dan bukan "ditunggu"kedatangannya. Dari seluruh kisah-kisah yang ditampilkan --sehubungan dengan masalah ini— Al Qur’an hanya mengisahkan dua contoh kasus bahwa ada rezeki itu yang langsung didatangkan Allah dari langit tanpa ada proses pencarian, yakni dalam kisah nabi Isa yang berdo’a minta diturunkan hidangan dari langit dan Allah pun mengabulkannya (lihat dalam surat Al Ma’idah ayat 114 s/d 115)
dan pada kisah Maryam yang diceritakan dalam surat Al Im ran ayat 37, setiap kali Maryam bertaqarrub kepada Allah di dalam mihrabnya selalu ditemukan sebuah hidangan makanan. Keajaiban ini disaksikan sendiri oleh Zakariyah, seorang nabi yang juga pengasuh Maryam. Zakariyah sendiri semula merasa heran. Dari manakah hidangan itu padahal dia tak merasa
menyiapkannya juga Maryam sendiri tak pernah terlihat membuatnya?.

"Hai Maryam, dari manakah kamu peroleh hidangan itu?", tanya zakariyah suatu saat.
"Hidangan ini dari Allah. Sesungguhnya Dia memberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa harus melalui perhitungan!", jawab Maryam.

Dua contoh yang diketengahkan Al Qur’an sebagaimana diatas sebenarnya tidak bisa digunakan sebagai hujjah dan argumentasi bahwa untuk memperoleh rezeki manusia tak harus mencarinya lewat bekerja. Atau, tidak dibenarkan pula bahwa untuk mendapatkan rezeki manusia cukup duduk ber dzikir dan bertaqarrub sepanjang hari. Dua contoh diatas sesungguhnya adalah merupakan mu’jizat yang hanya diberikan oleh Allah kepada para nabi, tidak kepada yang lain. Adanya mu’jizat itu sendiri pun ada tujuan khususnya, yakni untuk memperkuat kenabian seorang rasul. Dengan demikian keajaiban mu’jizat tak akan pernah bisa dilakukan dan dimiliki oleh seseorang yang bukan nabi. Dengan kata lain, hal yang bisa dilakukan nabi Isa dengan hanya memohon kepada Allah lalu langsung turun sebuah hidangan tak akan pernah bisa terjadi lagi sekarang, apalagi itu dilakukan oleh orang yang bukan Nabi Isa. Memang ada keajaiban yang "mirip" dengan adanya mu’jizat yang diberikan Allah kepada sebagian hamba-Nya yang bukan seorang nabi, yakni yang biasa disebut karamah. Itu artinya bisa saja hal yang hampir sama (bukan sa ma) bisa terjadi seperti adanya mu’jizat. Namun harus di pahami bahwa adanya karamah sendiri itu pun punya tujuan khusus sebagaimana adanya mu’jizat, yakni sebagai bukti akan tanda-tanda kebesaran Tuhan. Tujuan ini hanya diberlakukan oleh Allah secara khusus bukan secara umum. Itu artinya, kalau ada seseorang yang diberi karamah bisa mendatangkan rezeki tanpa melalui kerja itu hanya berlaku pada orang-orang tertentu bukan diberlakukan secara umum. Tujuannya jelas, yakni menunjukkan bahwa Allah maha kuasa atas segala-galanya. Tujuan adanya karamah seperti itu sama sekali bukan dimaksudkan untuk memberi contoh bahwa jika manusia ingin memperoleh rezeki yang banyak, cukup bagi mereka berdzikir dan bertaqarrub sepanjang hari tanpa harus repot-repot kerja.

Alasan lain mengapa manusia harus mencari rezeki dan bukan menunggu datangnya pemberian Tuhan dari langit adalah adanya kenyataan bahwa hampir seluruh tanaman dan binatang yang diciptakan Allah sebagai bahan makanan manusia dikemas dalam bentuk bahan yang masih mentah dan perlu diolah lagi untuk bisa dikonsumsi. Bahkan lebih jauh dari itu, untuk bisa mengkonsumsi makanan, misalnya manusia masih harus repot menanam padi, merawatnya, memanen nya,menggilingnya, memasaknya, baru bisa memakannya. Apa arti semuanya itu? Mengapa Allah tidak menjadikan nasi, makanan pokok manusia dalam bentuk yang sudah jadi hingga manusia bisa langsung bisa memakannya. Mengapa Allah menjadikan nasi,baru bisa dimakan setelah melalui proses ya ng begitu panjang? Jawabannya sudah jelas bahwa Allah tak mau menjadikan sesuatu yang dibutuhkan manusia itu dalam bentuk jadi hingga manusia dengan mudah memperolehnya. Bukannya Allah tak sayang pada manusia. Namun hal demikian lebih dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada manusia bahwa untuk mendapatkan sesuatu, tak terkecuali mendapat kan rezeki manusia harus berupaya bukan dengan diam saja. Pendek kata, Allah memang menjatah rezeki kepada manusia, namun Allah tak serta merta memberikan rezeki tersebut langsung dari langit. Manusia harus berupaya mencari rezeki tersebut dan bukan menunggu kedatangannya. Dari sini manusia harus bekerja. Lebih jauh dari itu Islam sendiri ternyata menganggap bahwa kerja adalah ibadah. Jadi, tak diragukan lagi jika manusia ingin mendapatkan rezeki yang melimpah maka wajib baginya bekerja.!
 Ya..,Dengan bekerja maka rizqi akan di dapat.

Wa Allohu A'lam.

Kamis, 21 Maret 2013

Motivasi Ketika Buah Hati Tak Kunjung Hadir

Himpunan santri alumni pondok pesantren sirojuth tholibin brabo

Bertahun-tahun berkeluarga, namun belum juga dikaruniai momongan. Sangatlah wajar jika manusia senantiasa menyenangi hal-hal yang indah di dunia ini. Karena sudah menjadi tabiat yang ditanamkan Allah kepada manusia bahwa manusia akan cenderung mencintai harta, anak-anak, dan istri.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Inilah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Qs. Ali-Imran: 14)

Wahai Saudariku muslimah, setiap insan di dunia ini tak akan terlepas dari ujian.
Dalam surat Al-Baqarah, Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya :

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Qs. Al-Baqarah: 155)

Belum mendapatkan momongan meskipun telah lama mengarungi bahtera rumah tangga adalah salah satu bentuk dari berbagai macam bentuk ujian yang Allah berikan pada manusia. Kebanyakan orang mengira, bahwa cobaan hanya datang dalam bentuk kesulitan saja. Mereka tidak menyadari bahwa melimpahnya nikmat juga merupakan ujian yang diberikan Allah. Sehingga banyak memang yang dapat melalui cobaan dan bersabar ketika mendapatkan kesulitan namun sangat sedikit yang mampu melampaui ujian berupa kenikmatan dunia, hal ini menjadikan manusia lalai saat kesenangan hidup menyapa mereka.

Dalam surat Al-Anbiya ayat 35, Allah Ta’ala berfirman yang artinya,

“…dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Kepada Kami, kamu akan kembali.”

Juga firman Allah yang artinya :

“Adapun sebagian manusia apabila diberi ujian oleh Tuhannya yaitu diberi tempat yang mulia dan diberi kenikmatan kepadanya, maka ia berkata, ‘Tuhanku telah memuliakan aku’. Adapun apabila Tuhannya mengujinya dengan membatasi rezekinya, dia berkata, ‘Tuhanku telah menghinakan aku.’” (Qs. Al-Fajr: 15-16)

Bagimu wahai para orang tua yang belum dikarunia anak, bersabar adalah kunci dalam masalah ini, karena sabar adalah salah satu jalan datangnya pertolongan Allah.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Qs. Al-Baqarah: 153)

Hendaknya kita berbaik sangka terhadap takdir Allah. Yakinlah, bahwa segala sesuatu yang telah menjadi keputusan Allah,pasti mengandung banyak hikmah meskipun kita tidak menyadarinya. Ingatlah saudariku, tinta takdir telah mengering. Setiap manusia telah dituliskan tentang nasibnya lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rezekipun telah ditetapkan, manusia tidak akan meninggal sebelum jatah rizki yang Allah tetapkan baginya habis.

  • Tidak Saling Menyalahkan


Sebagaimana makhluk hidup yang lain, manusia membutuhkan keturunan untuk mewarisi dan meneruskan hidupnya. Itulah mengapa anak menjadi dambaan setiap keluarga. Anak bagaikan permata dalam kehidupan mereka. Penyejuk mata ketika keletihan menyapa, menjadi tempat berteduh ketika masa senja mulai tiba. Sekian lama belum dikarunia anak, tentu akan membuat pasangan suami istri risau dan gelisah. 

Dalam kasus seperti ini, istrilah yang biasanya merasakan beban paling berat. Apalagi ada pandangan bahwa penyebab semua itu adalah dari pihak istri. Ia yang mandul dan tidak bisa melahirkan keturunan. Padahal bukanlah seperti itu. Bukanlah salah istri, karena setiap takdir Allah-lah yang telah menggariskannya. Lagipula, tidak selalu istri yang menjadi penyebabnya, pihak suami sering pula menjadi sebab belum dikaruniainya anak.
Oleh karena itu, tidak saling menyalahkan adalah jalan terbaik dalam menghadapi ujian ini. Hendaknya pasangan suami dan istri yang belum dikaruniai buah hati saling memberikan dukungan dan nasehat. Saling menasehati untuk bersabar atas takdir yang diberikan Allah. Dengan sikap seperti ini, diharapkan suami dan istri dapat saling menguatkan di tengah badai ujian Allah.

  • Jangan Lupa Berdoa dan Berusaha


Saat seorang mukmin menghadapi kesulitan dalam hidupnya, semestinya ia tidak berpangku tangan begitu saja tanpa berusaha. Berikhtiarlah. Ambillah sebab-sebab yang dapat menghilangkan kesulitan tersebut selama ikhtiar tersebut dibolehkan syari’at. Seperti halnya mukjizat Nabi Musa, tidaklah Nabi Musa serta merta dapat membelah lautan, melainkan ia harus mengayunkan tongkatnya terlebih dahulu. Atau seperti kisah Maryam ketika mengandung Nabi ‘Isa, untuk mendapatkan makanan (kurma), Allah tidak begitu saja menurunkan makanan tersebut dari langit, melainkan Maryam terlebih dahulu harus menggoyang pohon kurma.

Pasangan suami dan istri yang belum dikaruniai anak dapat berikhtiar dengan banyak cara, seperti berkonsultasi dengan para ahli, orang yang berpengalaman dalam masalah ini, meminum obat-obatan dan ramuan-ramuan, mengkonsumsi makanan-makanan yang dipercaya mampu meningkatkan kesuburan. Memperkaya pengetahuan tentang bagaimana proses terjadinya pembuahan dan fungsi alat reproduksipun termasuk hal yang tidak ada salahnya untuk dicoba.

  • Jangan Lupa Ber Do'a


Yang tidak boleh dilupa adalah doa, tidak selayaknya ditinggalkan. Seorang muslim tidak sepantasnya menyandarkan pada sebab dan usaha, karena semua penentu adalah Allah Sang Pencipta alam raya. Bukankah anak keturunan adalah bagian kecil dari alam raya? Giatlah berdoa agar Allah memberikan anugerah-Nya berupa anak yang mampu menyejukkan mata kita. Sebagaimana kisah Nabi Zakaria ‘alaihi salam yang di usia lanjut belum juga mendapatkan keturunan, ia berdoa:

“Ia berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan permohonanku terhadapmu, ya Rabbi, belum pernah tak terkabulkan. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera. Yang akan mewarisi kenabianku dan mewarisi kenabian keluarga Ya’qub; dan Jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai.’” (Qs. Maryam: 4-6)

Satu lagi yang perlu diingat, wahai saudariku, termasuk di antara bentuk usaha adalah dengan memperbanyak taubat dan beristighfar, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya,

“…beristighfarlah kepada Rabb-mu. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. (Jika kalian beristighfar) niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat atas kalian, juga memberi banyak harta dan anak keturunan…” (Qs. Nuh: 10-12)

  • Bersabar


Jika sudah gigih berdoa dan berikhtiar dengan berbagai cara namun belum juga mendapatkan keturunan? Maka langkah selanjutnya adalah senantiasa bersabar atas takdir Allah. Yakinlah bahwa Allah telah memilihkan yang terbaik untuk kita. Jangan lupa berdoa seperti doa yang telah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita. Dalam sebuah hadits shahih diceritakan:

Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘:

Tidak seorang hambapun yang tertimpa musibah lalu ia mengatakan,

“Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami kembali. Wahai Allah, berikanlah kami pahala dari musibah ini dan berilah ganti yang lebih baik darinya.”

Kecuali Allah akan memberikan ganjaran pahala karena musibah yang menimpanya dan memberikan ganti yang lebih baik.’

Ummu Salamah berkata, “Ketika Abu Salamah wafat, aku membacanya sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Allah memberikan ganti yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim)

Wahai Saudariku, engkau tidak sendirian. Nabi Ibrahim dan Nabi Zakaria pun bernasib serupa, mereka dikaruniai keturunan oleh Allah ketika usia mereka telah lanjut. Juga Ummul Mukminin, ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha, orang yang paling dicintai Rasulullah, bukankah beliaupun tidak memiliki keturunan? Wahai muslimah, hendaknya kita mencontoh kesabaran mereka.

Dengan doa dan kesabaran tersebut, semoga kita mampu bertawakal kepada Allah. Selanjutnya dengan begitu, Allah berkenan menganugerahkan kepada kita kesabaran dan rasa syukur. Kita mampu menjadi orang yang bersyukur ketika dikaruniai anak, sementara ketika masih sulit mendapat anak, kita tetap bersabar dan tidak berprasangka buruk kepada Maha Pencipta, termasuk juga ketika mendapatkan anak yang tidak sesuai dengan harapan kita.

Waallah a’lam.

sumber: http://muslimah.or.id/

Mengenal Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dari Al-Qur'an Dan Hadist

Himpunan santri alumni pondok pesantren sirojuth thyolibin brabo tanggungharjo grobogan

Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam.

Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” Karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.

Hak Bersama Suami Istri

- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)

- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-
masing pasangannya. (AnNisa’19– Al-Hujuraat: 10)

- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’:19)

- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. 
(Muttafaqun Alaih)

Adab Suami Kepada Istri .

- Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama.(At-aubah: 24)

- Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (AtTaghabun: 14)

- Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)

- Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)

- Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: 
(a) Memberi nasehat, 
(b) Pisah kamar,
(c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. 

(An-Nisa’: 34) …‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

- Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmidzi)

- Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)

- Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)

- Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan.
(Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)

- Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)

- Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)

- Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).

- Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)

- Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

- Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)

- Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)

- Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)

- Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)


Adab Isteri Kepada Suami

- Hendaknya istri menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)

- Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)

- Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)

- Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

- Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. 
(Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)

- Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)

- Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)

- Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)

- Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)

- Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)

- Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)

- Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)

- Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat.(Hasan Al-Bashri)

- Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)

- Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)


Isteri Sholehah

- Apabila’ seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu Hibban)

- Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah. (Al-Ahzab : 33)

- Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)

- Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah saw. sebagai tauladan utama.

Wa Allohu A'lam........