Jumat, 04 April 2014

Biografi K.H Syamsuri Dahlan Pendiri Pondok Sirojuth Tholibin Brabo

Baca juga tulisan menarik lainnya


Biografi K.H Syamsuri Dahlan Pendiri Pondok Sirojuth Tholibin Brabo Tanggungharjo Grobogan
Biografi K.H Syamsuri Dahlan Pendiri Pondok Sirojuth Tholibin Brabo Tanggungharjo Grobogan

Biografi Syaikhunaa Kyai Syamsuri Bin Dahlan.
( Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo Tanggungharjo Grobogan ).

MENITI JEJAK PRIBADI YANG BERCAHAYA.
( ADA HIKMAH DI BALIK KISAH ).

Masa Kecil

Kyai Syamsuri, terlahir sebagai putra seorang pemuka agama yang oleh masyarakat dipercaya sebagai imam sebuah mushola di desa Tlogogedong. Mengenai tahun, belum ada data pasti, ada yang berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun 1903 dan ada juga yang berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun 1905.Kyai Syamsuri adalah putra kedua dari pasangan Kyai Dahlan dan Nyai Muthmainnah. Beliau memiliki seorang kakak bernama Kasmirah dan dua orang adik yaitu Qurthubi dan Fathimah.

Sebagaimana putra seorang pemuka agama, beliau semasa muda sudah diajari pengetahuan keagamaan dasar dengan cukup lengkap, baik dalam hal ibadah, akidah, juga al – Qur’an. Guru yang pertama baginya adalah Kyai Dahlan, ayahnya sendiri. Selain itu, beliau juga belajar kepada KH. Abdurrahman, kakek Kyai Khotib Tlogogedong.

Mulai Belajar Di Pesantren

Setelah mendapat restu dari orangtua, Kyai Syamsuri memulai berkelana menuntut ilmu, mulanya berguru kepada Kyai Irsyad Gablok. Kemudian beliau juga pernah nyantri di Mangkang kepada Kyai Sholeh Darat, Dan di Pesantren Tebu Ireng yang di asuh oleh Kyai Hasyim Asy’ari. Disamping itu, beliau juga pernah belajar fan hadist (Shohih Bukhori dan Muslim) kepada Kyai Hasan Asy’ari di Poncol.

Tempat lain yang pernah disinggahi Kyai Syamsuri untuk menimba ilmu adalah Pesantren Tegalsari Bringin yang diasuh oleh Kyai Tholhah. Kemudian berguru kepada KH. Syarqowi Tanggung, Kyai Syamsuri belajar kepada KH. Syarqowi selama 3 tahun. Ia merupakan santri kesayangan. Hal ini, karena KH. Syarqowi melihat kekhususan yang muncul dari pribadi Kyai Syamsuri. Sosok Kyai Syamsuri dikenal sangat tekun dalam menuntut ilmu juga dalam mengajarkannya. Karena ketekunannya tersebut, KH. Syarqowi memilihnya sebagai menantu, disamping itu ada hal lain yang membuat KH. Syarqowi menjadikannya menantu. Konon, saat hendak sholat tahajud, KH. Syarqowi kaget melihat sinar cemerlang dari tubuh seorang santri. Setelah ditelusuri, rupanya santri yang tubuhnya bersinar tersebut adalah Kyai Syamsuri.

Guru yang cukup berpengaruh pada pribadi Kyai Syamsuri adalah mertuanya sendiri, KH. Syarqowi Tanggungharjo. Hal itu, terbaca dari sikap dan tindakan Kyai Syamsuri yang selalu bercermin pada KH. Syarqowi. Dalam hal tarekat, Kyai Syamsuri mengambil sanad kepada Kyai Syarqowi, tepatnya tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah.

Mendirikan Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin

Bermula dari permintaan para tokoh agama Brabo, Mbah Idris (kakek KH. Wahab Idris, pengasuh PP. Annasriyyah) dan Mbah Hasan Khudhori, keduanya meminta agar KH. Syarqowi menanamkan santrinya di desa Brabo. Karena waktu itu, Brabo masih minim orang alim. Awalnya KH. Syarqowi menanamkan menantunya yaitu Kyai Ma’shum untuk tinggal di Brabo. Namun karena alasan tertentu, Kyai Ma’shum memutuskan untuk meninggalkan Brabo. Hingga akhirnya, KH. Syarqowi memilih Kyai Syamsuri untuk menggantikan Kyai Ma’shum. Begitulah awal mula kisah hijrahnya Kyai Syamsuri ke desa Brabo.

Dengan bermodal ketaatan kepada guru dan do’a restu KH. Syarqowi, mulailah Kyai Syamsuri berjuang menegakkan Islam di desa Brabo. Metode dakwah Kyai Syamsuri yaitu mendekati masyarakat dengan cara yang halus, berkunjung dari rumah ke rumah, juga menghadiri hajatan warga Brabo meskipun yang melangsungkan hajatan jarang sholat, artinya Kyai Syamsuri ngewongi (menghargai, dan turut membantu) ketika orang Brabo punya hajatan. Karena kesabaran dan keuletannya inilah, akhirnya Kyai Syamsuri berhasil merebut hati dan simpati masyarakat.

Meski kehadirannya di Brabo atas permintaan para tokoh agama, namun Kyai Syamsuri tidak pernah merebut tampuk kepemimpinan keagamaan di Brabo. Ia selalu mengingat pesan gurunya, “ ojho pengen dadi pengarep” (jangan berambisi menjadi pemuka).

Kemudian, diperkirakan pada tahun 1941 berdirilah sebuah pesantren sebagai tempat Kyai Syamsuri mengajarkan ilmu kepada para santrinya. Masyarakat mengenal pondok pesantren ini dengan sebutan Pondok Pesantren Brabo. Namun sebutan tersebut dipandang kurang tepat, kemudian beliau menamakan pesantren tersebut dengan nama “Sirojuth Tholibin” yang bermakna lentera penerang bagi mereka yang menuntut ilmu. Nama ini dimaksudkan agar para santri yang menuntut ilmu benar – benar memperoleh ilmu yang bermanfaat, yang bisa menerangi jalan kehidupan. Juga sebagai bentuk tabarukan ( ngalap berkah ) kepada ulama, terutama Syaikh Muhammad Ihsan Jampes Kediri ( penulis kitab Sirojuth Tholibin ), nama kitab yang diabadikan sebagai nama pesantren. Ada juga yang menemukan faktor lain penamaan tersebut, karena menurut Kyai Muhlas Siroj, pengambilan nama Sirojuth Tholibin tersebut boleh jadi karena ayah Syaikh Ihsan juga memilki kesamaan nama dengan ayah Kyai Syamsuri, yaitu Kyai Dahlan.

Dalam mengasuh dan mendidik para santri, Kyai Syamsuri selalu bersikap halus dan tidak pernah berlaku kasar, begitu juga yang diterapkan dalam keluarganya. Kyai Syamsuri lebih mengedepankan lisanul hal (perintah aksi) daripada lisanul maqal (perintah verbal), jika memang terpaksa memakai lisanul maqal, maka ia lakukan dengan ucapan yang lembut dan sopan.

Pribadi yang bercahaya

“ Ben omahe dewe elek, ora sugih, asal anak putu mulyo”(tidak masalah rumah kita jelek dan tidak kaya, asalkan nanti anak dan cucu kita jadi orang terhormat)

Merupakan salah satu ungkapan Kyai Syamsuri yang sempat di ujarkan kepada istri beliau, Nyai Mushlihah. Dengan kata-kata tersebut menunjukkan bahwa beliau hidup dengan kesederhanaan, tidak ada rasa khawatir akan kondisi beliau yang sering terjepit dalam berjuang. Hal itu nampak dari cara beliau berpakaian yang selalu sederhana dan apa adanya. Konon, Kyai Syamsuri setiap pagi tidak pernah makan nasi. Ia hanya makan thiwul atau ceriping.

Beliau juga merupakan pribadi yang penyabar dan santun, hampir tidak pernah menampakkan wajah yang suram, melainkan selalu menampakkan wajah yang sumeh (murah senyum). Beliau gemar sekali silaturrahim dan juga sangat menghormati tamu. Tercatat dalam sebuah cerita, suatu ketika dari kejauhan tampak serombongan hendak menuju kediaman Kyai Syamsuri. Menyadari hal itu, Kyai Syamsuri segera meminta istrinya untuk menyiapkan teh guna menjamu tamu (serombongan orang tersebut). Ternyata serombongan orang itu hanya lewat hendak menuju ladang mereka. Bahkan dari penuturan Kyai Mukhlas Siroj, Kyai Syamsuri menanam pisang dan ketela di kebun hanya untuk menyuguhi tamu.

Kyai Syamsuri selalu istiqomah dalam segala ritual dan kesehariannya, termasuk dalam hal mengaji. Bahkan setelah bepergian, meskipun lelah, ia tetap mengajar santri – santrinya. Dalam keadaan sakitpun, ia tidak pernah absen mengajar. Ia juga sangat istiqomah dalam melaksanakan ibadah, seperti puasa dan sholat sunnah.

Begitu luhurnya akhlak Kyai Syamsuri, hingga ia memiliki harapan yang sangat mulia. Ia menyampaikan harapan itu, lewat sebuah pesan yang tertulis dalam bahasa arab. Kyai Syamsuri berharap kepada Kyai Baidlowi dan Kyai Anshor agar tetap bermukim di Brabo. Ia juga berpesan kepada Kyai Baidlowi, “Aku lek ku mbales karo wong Brabo durung sepiro, kowe mbaleso karo wong Brabo seng luwih apik” (saya belum bisa membalas kebaikan masyarakat Brabo dengan sempurna, balaslah segala kebaikan masyarakat Brabo sebaik mungkin).

Berpulang Ke Rahmatulloh

Kemudian pada tahun 1986 – 1988 Kyai Syamsuri mulai sakit ketika beliau terjatuh di kolah saat hendak mengambil air wudhu untuk sholat tahajjud,pelbagai upaya dilakukan demi kesembuhan beliau. Beliau juga sempat dirawat di rumah sakit Rumani selama 1 bulan, saat Bu Hj Millaty Azka (putri kedua KH. Baidlowie) lahir. Yang menemani adalah H. Zainal Arifin (malam) kemudian Zainun dan Abdul Mukit AH, Rusdi Solo (siang). Selain itu beliau juga pernah pijat di Semarang selama 2 atau 3 bulan dan mendapatkan pengobatan pijat syaraf di Ngembel. Sakit yang dominan dimiliki beliau adalah sakit kaki. Saat beliau sakit, pernah ditawari khodamnya untuk ditempatkan dikasur yang empuk supaya lebih nyaman, tapi beliau menolak dengan alasan bahwa beliau tidk ingin mengurangi nikmat yang ada di surga kelak. Sampai akhirnya tepat ba’da maghrib, malam rabu legi, 23 Shofar ( 4 Oktober 1988 ) Kyai Syamsuri berpulang ke Rahmatullah. Suasana saat itu mendung dan langit pun ikut berduka.

Prosesi pemberangkatan jenazah, rencananya jenazah kyai Syamsuri akan dikebumikan pada pukul 10.00 WIB keesokan harinya. Namun, ternyata harus molor hingga pukul 16.30 WIB karena banyaknya pelayat yang berdatngan. Tercatat 18 jamaah turut mensholati jenazah Kyai Syamsuri. Bahkan, ketika jenazah akan dikebumikan, masih ada sekelompok orang yang hendak mensholati.

==========================================

Begitulah sepenggal jejak pribadi yang bercahaya, Kyai Syamsuri Dahlan, yang memulai segalanya dari bawah hingga mampu meletakkan tonggak sejarah Pesantren. Juga melahirkan dinasti yang meneruskan estafet kepemimpinannya. Semoga bermanfaat . Teriring do’a kepada Almarhum Almaghfurlah Kyai Syamsuri Dahlan, Al Fatihah……

=========================================
***** informasi selengkapnya dapat anda temukan dalam buku Jejak Pribadi yang Bercahaya.

Source : http://sirojuth-tholibin.net/biografi-kyai-syamsuri-dahlanayahanda-k-h-baidlowi-syamsuri/

Bagikan Artikel Ini Ke Teman Anda

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah Yang Baik